Jumat, 02 September 2016

Makalah Pancasila 2





BAB I
PENDAHULUAN

1.1.      Latar Belakang
         Perjuangan bangsa Indonesia untuk mewujudkan negara modern diwarnai dengan penjajahan bangsa asing selama 3,5 abad, seta akar budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri. Pancasila sebagai dasar filsafat negara republic Indonesia sebelum disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI, nilai-nilainya telah ada pada bangsa Indonesia sejak zaman dahulu kala sebelum bangsa Indonesia medirikan negara, yang berupa nilai-nilai adat-istiadat, kebudayaan serta nilai-nilai religius. Nilai-nilai tersebut telah ada dan melekat serta  teramalkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai pandangan hidup, sehingga materi Pancasila yang berupa nilai-nilai tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri, sehingga bangsa Indonesia sebagai kausa materialis Pancasila. Berdasarkan fakta sejarah bangsa Indonesia, maka proses perumusan dasar filsafat negara, secara kreatif diangkat dari kausa materialis yamg ada pada bangsa Indonesia sendiri yang secara eklektis disintesiskan dengan unsur-unsur dari luar yang relevan.
         Istilah “filsafat” berasal dari Bahasa Yunani, bangsa Yunanilah yang mula-mula berfilsafat seperti lazimnya dipahami orang sampai sekarang. Kata ini bersifat majemuk, berasal dari kata “philos” yang berate “sahabat” dan kata “Sophia” yang berarti “pengetahuan yang bijaksana (wished) dalam bahasa Belanda, atau wisdom kata Inggris, dan hikmat menurut kata Arab. Maka philosophia menurut arti katanya berarti cinta pada pengetahuan yang bijaksana, oleh karena itu mengusahakannya. (Gazalba, 1977). Jadi terdapat sedikit perbedaan arti, disatu pihak menyatakan bahwa filsafat merupakan bentuk majemuk dari “philein” dan “sophos”, (Nasution, 1973) dilain pihak filsafat dinyatakan dalam bentuk majemuk dari “philos” dan “sophia” (Gazalba, 1977), namun secara sistematis mengandung makna yang sama.
         Dengan demikian istilah “filsafat” yang dimaksudkan sebagai kata majemuk dari “philein” dan “sophos” mengandung arti, mencintai hal-hal yang sifatnya bijaksana, sedangkan “filasafat” yang merupakan bentuk majemuk dari “philos” dan “Sophia” berkonotasi teman dari kebijaksanaan. Jadi istilah “filasafat” pada mulanya merupakan suatu istilah yang secara umum dipergunakan untuk menyebutkan usaha ke arah keutamaan mental (the pursuit of mental excellence) (Ali Mudhofir, 1985).

1.2.      Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah nilai-nilai Pancasila dalam sejarah bangsa Indonesia?
2.      Bagaimanakah zaman penjajahan dalam sejarah bangsa Indonesia?
3.      Bagaimanakah kebangkitan nasional bangsa Indonesia?
4.      Bagaimanakah zaman penjajahan Jepang terhadap bangsa Indonesia?
5.      Bagaimanakah proklamasi kemerdekaan dan sidang PPKI?
6.      Bagaimanakah masa bangsa Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia?
7.      Apakah cabang-cabang filsafat dan aliran-alirannya?
8.      Bagaimanakah rumusan kesatuan sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem?
9.      Bagaianakah kesatuan sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat?
10.  Bagaimanakah Pancasila sebagai nilai dasar fundamental bagi bangsa dan negara republik Indonesia?
11.  Bagaimanakah inti isi dari sila-sila Pancasila?

1.3.      Tujuan
Tujuan dalam pembuatan paper ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat dalam mata kuliah Pancasila agar dapat mengikuti ujian akhir semester.

1.4.      Metode
Dalam pembuatan paper ini penulis menggunakan metode study pustaka (library reachest) karena penulis membaca dan mencari di buku yang berkaitan dengan tema dan judul paper in

BAB II
PEMBAHASAN

2.1        Nilai-nilai Pancasila dalam Sejarah Bangsa Indonesia
            Zaman Kutai. Indonesia memasuki zaman sejarah pada tahun 400 M, dengan ditemukannya prasasti yang berupa 7 yupa (tiang batu). Masyarakat kutai yang membangun zaman sejarah Indonesia pertama kalinya ini menampilkan nilai-nilai sosial politik, dan ketuhanan dalam bentuk kerajaan, kenduri, serta sedekah kepada para Brahmana.
            Zaman Sriwijaya. Pada abad ke VII munculah suatu kerajaan di Sumatra yaitu kerajaan Sriwijaya, di bawah kekuasaan wangsa Syailendra. Hal ini termuat dalam prasasti Kedukan Bukit di kaki bukit Siguntang dekat Palembang yang bertarikh 605 Caka atau 683 M, dalam bahasa Melayu kuna dan huruf Pallawa. Pada zaman itu kerajaan Sriwijaya merupakan suatu kerajaan besar yang cukup disegani di kawasan Asia Selatan.
            Zaman Kerajaan-kerajaan sebelum Majapahit. Di Jawa Tengah terdapat kerajaan Kalingga pada abad ke VII, Sanjaya pada abad ke VIII bersama dengan dinasti Syailendra (abad ke VII dan IX). Refleksi puncak budaya dari Jawa Tengah Borobudur (candi agama Budha pada abad ke IX), dan candi Prambanan (candi di agama Hindhu pada abad ke X). Di Jawa Timur muncullah kerajaan-kerajaan Isana (pada abad ke IX), Darmawangsa (abad ke X), serta kerajaan Airlangga pada abad ke XI. Di wilayah Kediri Jawa Timur berdiri pula kerajaan Singasari (pada abad ke XIII), yang kemudian sangat erat hubungannya dengan berdirinya kerajaan Majapahit.
            Kerajaan Majapahit. Pada tahun 1293 berdirilah kerajaan Majapahit. Wilayah kekuasaan Majapahit semasa jayanya itu membentang dari semenanjung melayu (Malaysia sekarang) sampai Irian Barat melalui Kalimantan Utara. Pada waktu itu agama Hindhu dan Budha hidup berdampingan.dengan damai dalam satu kerajaan. Empu Prapanca menulis Negarakertagama (1365). Dalam kitab tersebut telah terdapat istilah “Pancasila”. Empu Tantular mengarang buku Sutasoma, dan di dalam buku itulah kita jumpai seloka persatuan nasional yaitu “Bhinneka Tunggal Ika”.

2.2        Zaman Penjajahan
         Setelah Majapahit runtuh pada permulaan abad XVI maka berkembanglah agama Islam dengan pesatnya di Indonesia. Dan mulailah berdatangan orang-orang Eropa di nusantara yang ingin mencari pusat tanaman rempah-rempah. Pada akhir abad ke XVI bangsa Belanda datang pula ke Indonesia kemudian mereka mendirikan suatu perkumpulan dagang yang bernama V.O.C (Verenigde Oost Indische Compagnie), yang dikalangan rakyat dikenal dengan istilah “kompeni”. Praktek-praktek VOC mulai kelihatan dengan paksaan-paksaan sehingga rakyat mulai mengadakan perlawanan. Perlawanan bangsa Indonesia terhadap penjajajh yang terpencar-pencar dan tidak memiliki koordinasi tersebut banyak mengalami kegagalan sehingga banyak menimbulkan korban bagi anak-anak bangsa. Demikianlah Belanda pada awalnya menguasai daerah-daerah yang strategis dan kaya akan hasil rempah-rempah pada abad ke XVII dan nampaknya semakin memperkuat kedudukannya dengan didukung oleh kekuatan militer. Melihat praktek-praktek penjajahan Belanda tersebut maka meledaklah perlawanan rakyat di berbagai wilayah nusantara, antara lain: Patimura di Maluku (1817), Baharudin di Palembang (1819), Imam Bonjol di Minangkabau (1821-1837). Pangeran Diponegoro di Jawa Tengah (1825-1830), Jlentik, Polim, Teuku Tjik di Tiro, Teuku Umar dalam perang Aceh (1860), anak Agung Made dalam perang Lombok (1894-1895). Singsingamangaraja di tanah Batak (1900), dan masih banyak perlawanan rakyat diberbagai daerah di nusantara.

2.3        Kebangkitan Nasional
         Di Indonesia terdapat pergolakan kebangkitan akan kesadaran berbangsa yaitu kebangkitan nasional (1908) dipelopori oleh dr. Wahinin Sudirohusodo dengan Budi Utomonya yang didirikan pada tanggal 20 Mei 1908 setelah itu muncullah organisasi-organisasi pergerakan lainnya seperti: Sarekat Dagang Islam (SDI) (1909), yang mengubah nama menjadi Sarekat Islam (1911) di bawah H.O.S. Cokrosminoto. Berikutnya muncullah Indische Partij (1913) yang dipimpin oleh tiga serangkai yaitu : Douwes Dekker, Ciptomangunkusumo, Suwardi Suryaningrat atau Ki Hajar Dewantoro. Dalam situasi yang menggoncangkan itu muncullah Partai Nasional Indonesia (PNI) (1927) yang dipelopori oleh Soekarni, Ciptomangunkusumo, Sartono, dan tokoh lainnya. Kemudian PNI oleh para pengikutnya dibubarkan, dan diganti bentuknya dengan Partai Indonesia (Partindo). Kemudian golongan Demokrat antara lain Moh. Hatta dan St. Syahrir mendirikan PNI baru yaitu Pendidikan Nasional Indonesia (1933), dengan semboyan kemerdekaan Indonesia harus dicapai dengan kekuatan sendiri (Toyibin, 1977:35).

2.4        Zaman Penjajahan Jepang
         Fasis Jepang masuk ke Indonesia dengan propaganda “Jepang Pemimpin Asia, Jepang saudara tua bangsa Indonesia”. Pada tanggal 29 April 1945 bersamaan dengan hari ulang tahun Kaisar Jepang beliau memberikan hadiah “ulang tahun” kepada bangsa Indonesia yaitu janji kedua pemerintah Jepang berupa “kemerdekaan tanpa syarat”. Janji itu disampaikan kepada bangsa Indonesia seminggu sebelum bangsa Jepang menyerah. Untuk mendapatkan simpati dan dukungan dari bangsa Indonesia maka sebagai realisasi janji tersebut maka dibentuklah suatu badan yang bertugas untuk menyelidiki usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia yaitu Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) atau Dokuritsu Zyunbi Tiooosakai.

Sidang BPUPK Pertama
         Sidang BPUPK pertama dilaksanakan selama empat hari, berturut-turut yang tampil untuk berpidato menyampaikan usulannya adalah sebagai berikut:
a. Tanggal 29 Mei 1945
               Mr. Muh Yamin mengusulkan tentang negara Indonesia yang akan dibentuk, jadi tidak secara langsung menguraikan rincian sila-sila Pancasila
b.Tanggal 31 Mei 1945
Prof. Soepomo mengemukakan teori negara perseorangan (individualis), paham negara kelas (class theory), paham negara integralistik
c. Tanggal 1 Juni 1945
Ir. Soekarno mengusulkan dasar negara yang terdiri atas lima prinsip yaitu : nasionalisme (kebangsaan Indonesia), Internasionalisme (Peri Kemanusiaan), Mufakat (Demokrasi), Kesejahteraan Sosial, Ketuhanan Yang Maha Esa (Ketuhanan Yang Berkebudayaan)

Sidang BPUPK Kedua (10-16 Juli 1945)
Keputusan penting pada sidang BPUPK kedua adalah :
a.       Dalam rapat tanggal 10 Juli diambil keputusan tentang  bentuk negara. Dari 64 suara (ada beberapa anggota yang tidak hadir) yang pro Republik 55 orang, yang meminta kerajaan 6 orang, adapun bentuk lain dan blangko 1 orang
b.      Panitia perancang Undang-Undang Dasar yang diketuai oleh Ir. Soekarno
c.       Panitia ekonomi dan keuangan yang diketuai oleh Drs. Moh. Hatta
d.      Panitia pembelaan tanah air diketuai oleh Abikusno Tjokosoejoso

2.5.   Proklamasi Kemerdekaan dan Sidang PPKI
         Berdasarkan fakta sejarah ternyata Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang semula adalah badan bentukan Pemerintah Tentara Jepang, kemudian sejak Jepang jatuh dan kemudian ditambahnya enam anggota baru atas tanggungan sendiri maka berubahlah sifatnya dari badan Jepang menjadi badan nasional sebagai badan pendahuluan BAGI Komite Nasional. Adapun enam anggota baru tambahan tersebut adalah Wiranatakusuma, Ki Hadjar Dewantara, Kasman Singodimejo, Sajuti Melik, Mr. Iwa Kusurna Sumantri, dan Mr. Achmad Soebardjo

Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945
         Setelah Jepang menyerah kepada sekutu, maka kesempatan itu dipergunakan sebaik-baiknya oleh para pejuang kemerdekaan bangsa Indonesia, namun terdapat perbedaan pendapat dalam antara golongan tua dan muda. Golongan muda ingin kemerdekaan secepat mungkin. Perbedaan itu memuncak dengan dilarikannya Ir. Soekarno dan Moh. Hatta ke Rengasdengklok agar tidak mendapat pengaruh dari Jepang. Untuk mempersiapkan Proklamasi tersebut maka pada tengah malam,Soekarno-Hatta pergi ke rumah Laksamana Maeda di Oranye Nassan Boulevard. Kemudian pagi harinya pada tanggal 17 Agustus 1945 di Pegangsaan Timur 56 Jakarta, tepat pada hari Jumat Legi jam 10  pagi Bung Karno dengan didampingi Bung Hatta membacakan naskah Proklamasi dengan khidmad.

Sidang PPKI
1.Sidang Pertama (18 Agustus 1945)
a.       Mengesahkan UUD 1945
b.      Memilih Presiden dan Wakil Presiden yang pertama
c.       Menetapkan berdirinya KNIP sebagai badan musyawarah darurat
2.Sidang Kedua (19 Agustus 1945)
a.       Membagi wilayah Indonesia menjadi 8 provinsi
b.      Sementara waktu kedudukan kota diteruskan seperti sekarang
c.       Dibentuknya Kementrian atau Departemen yang meliputi 12 Departemen
3.Sidang Ketiga (20 Agustus 1945)
Menghasilkan 8 pasal dari hasil pembahasan terhadap agenda tentang “Badan Penolong Keluarga Korban Perang”
4.Sidang Keempat (22 Agustus 1945)
Membahas agenda KNIP

2.6. Masa Setelah Proklamasi Kemerdekaan
a. Dari sudut ilmu hukum (secara yudiris) Proklamasi merupakan saat tidak berlakunya tertib hukum colonial, dan saat mulai berlakunya tertib hukum nasional
b. Secara politis ideologis Proklamasi mengandung arti bahwa bangsa Indonesia terbebas dari penjajahan bangsa asing dan memiliki kedaulatan untuk menentukan nasib sendiri dalam suatu negara Proklamasi Republik Indonesia

Pembentukan Negara Republik Indonesia Serikat (RIS)
1.Konstitusi RIS menentukan bentuk negara serikat yaitu 16 negara bagian (pasal 1 dan 2)
2.Konstitusi RIS menentukan sifat pemerintahan berdasarkan asas demokrasi liberal
3.Mukadiamah Konstitusi RIS telah menghapuskan sama sekali jiwa dan semangat maujpun isi Pembukaan UUD 1945

Terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1950
         Sempat terjadi gerakan unitaristis secara spontan dan rakyat untuk membentuk negara kesatuan yaitu dengan menggabungkan diri dengan negara Proklamasi yang berpusat di Yogyakarta. Akhirnya berdasarkan persetujan R.I.S. dengan negara RJ tanggal 19 Mei 1950, maka seluruh negara bersatu dengan Konstitusi Sementara

Dekrit Presiden 5 Juli 1959
1.      Membubarkan konstituante
2.      Menetapkan berlakunya kembali UUD 1945
3.      Dibentuknya MPRS dan DP AS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya

Pengertian Dekrit
         Suatu putusan dari organ tertinggi yang merupakan penjelmaan kehendk yang sifatnya sepihak
a. Hukum Tatanegara Darurat Subjektif
Contohnya : Dekrit Presiden dengan membubarkan Konstituante serta menghentikan UUDS 1950 dan diganti dengan berlakukan UUD 1945
b.Hukum Tatanegara Darurat Objektif
Contohnya : SP 11 Maret 1966

Masa Orde Baru
         Munculnya Orde Baru diawali dengan munculnya aksi-aksi dan seluruh masyarakat antara lain KAPPI, KAMI, KAGI. Orde Baru berangsur-angsur melaksanakan program-programnya dalam upaya untuk merealisasikan pembangunan nasional sebagai perwujudan pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.

2.7.   Cabang-cabang Filsafat dan Aliran-alirannya
         a. Metafisika : Segala sesuatu yang ada
         b. Epistemologi : Hakikat pengetahuan
         c. Metodologi : Metode Ilmiah
         d. Logika : Penyimpulan
         e. Etika : Moralitas
         f. Estetika : Keindahan

2.8.   Rumusan Kesatuan Sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem
1. Suatu kesatuan bagian-bagian
2. Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri
3. Saling berhubungan dan saling ketergantungan
4. Keseluruhannya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu
5. terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks

Kesatuan Sila-sila Pancasila
1. Susunan Kesatuan Sila-sila Pancasila yang bersifat Organis
         Bersumber pada hakikat dasar ontologis manusia sebagi pendukung dari inti
2.      Susunan Kesatuan Pancasila yang Bersifat Hierarkhis dan Berbentuk Piramidal
   Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi basis kemanusiaaa, persatuan Indonesia, kerakyatan dan keadilan sosial

2.9.   Kesatuan Sila-sila Pancasila sebagai Suatu Sistem Filsafat
            Kesatuan sila-sila Pancasila pada hakikatnya bukanlah hanya merupakan kesatuan yang bersifat formal logis saja namun juga meliputi kesatuan makna, dasar ontologis, dasar epitemologis serta dasar aksiologis dari sila-sila Pancasila
1.Dasar Antopologis (hakikat manusia) Sila-sila Pancasila
Manusia yang memiliki hakikat mutlak monopluralis, oleh karena itu hakikat dasar ini juga disebut sebagai dasar antropologis.
2.Dasar Epistemologis (pengetahuan) Sila-sila Pancasila
Sebagai suatu paham epistemology maka Pncasila mendasarkan pada pandangannya bahwa ilmu pengetahuan pada hakikatnya tidak bebas nilai karena harus diletakkan pada kerangka moralitas kodrat manusia serta moralitas religius dalam upaya untuk mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan yang mutlak dalam hidup manusia
3.Dasar Aksiologis (nilai) Sila-sila Pancasila
Nilai-nilai Pancasila yang tergolong nilai kerokhanian itu juga mengandung nilai-nilai lain secara lengkap dan harmonis

Nilai-nilai Pancasila sebagai Suatu Sistem
            Hakikat Pancasila adalah merupakan nilai, adapun sebagai pedoman negara adalah merupakan norma adapun aktualisasi atau pengalamannya adalah merupakan realisasi kongkrit Pancasila.

2.10. Pancasila sebagai Nilai Dasar Fundamental bagi Bangsa dan Negara Republik Indonesia
1. Dasar Filosofis
            Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia mengandung makna bahwa dalam setiap aspek kehidupan kebangsaan, kemasyarakatan, dan kenegaraan harus berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan.
2.Nilai-nilai Pancasila sebagai Dasar Fundamental Negara
            Suatu sumber dari segala sumber hukum dalam Negara Indonesia. Oleh karena itu bagi bangsa Indonesia dalam era reformasi dewasa ini seharusnya bersifat rendah hati untuk mawas diri dalam upaya untuk memperbaiki kondisin dan masih bangsa ini.

2.11.Inti Sila-sila Pancasila
            Sebagai suatu dasar filsafat negara maka sila-sila Pancasila merupakan suatu sistem nilai, oleh karena itu sila-sila Pancasila itu pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan.
1.      Sila Ketuhanan Yang Maha Esa : Negara yang didirikan adalah sebagai pengejawantahan tujuan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa
2.      Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab : Negara harus menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagi makhluk yang beradab
3.      Sila Persatuan Indonesia : Negara dalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia monodualis yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial
4.      Kerakyatan yang Dipimpin oleh Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan : Kehidupan kenegaraan baik menyangkut aspek moalitas kenegaraan, aspek politik, maupun aspek hukum dan perundang-undangan
5.      Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia : Negara Indonesia merupakan suatu negara yang bertujuan untuk mewujudkan suatu kesejahteraan untuk seluruh warganya, untuk seluruh rakyatnya.


BAB III
PENUTUP

3.1.      Kesimpulan
         Berdasarkan fakta sejarah bangsa Indonesia, maka proses perumusan dasar filsafat negara, secara kreatif diangkat dari kausa materialis yamg ada pada bangsa Indonesia sendiri yang secara eklektis disintesiskan dengan unsur-unsur dari luar yang relevan.
            Istilah “filasafat” pada mulanya merupakan suatu istilah yang secara umum dipergunakan untuk menyebutkan usaha ke arah keutamaan mental

3.2.      Saran
            Mengimbau kepada kita semua agar mengetahui pancasila dalam konteks sejarah bangsa Indonesia dan sistem filsafat serta menerapkan nilai-nilai pada pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

          
DAFTAR PUSTAKA


Kaelan, 2014, Pendidikan Pancasila, Yogyakarta: Paradigma

0 komentar:

Posting Komentar