BAB IV
Etika Politik Berdasarkan Pancasila
A. Pengantar
Pancasila sebagai suatu sistem
filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai yang didalamnya terkandung suatu
pemikiran-pemikiran yang bersifat kritis, mendasar, rasional, sistematis dan komperhensif
(menyeluruh) dan sistem pemikiran ini merupakan suatu nilai. Maka nilai-nilai
tersebut kemudian dijabarkan dalam suatu norma-norma yang jelas. Norma-norma
tersebut meliputi (1) Norma Moral yaitu yang berkaitan dengan tingkah laku
manusia yang dapat diukur dari sudut baik maupun buruk. (2) Norma Hukum yaitu
suatu sistem peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Atas dasar
pengertian inilah nilai-nilai Pancasila sebenarnya berasal dari bangsa
Indonesia sendiri.
Etika adalah suatu ilmu yang membahas
tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu atau
bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan
pelbagai ajaran moral. Etika berkaitan dengan
pelbagai masalah nilai karena etika pada pokoknya membicarakan masalah-masalah
yang berkaitan dengan predikat nilai susila. Sebenarnya etika bersangkutan
dengan prinsip-prinsip dasar pembenaran dalam hubungan dengan tingkah laku
manusia juga dapat dikatakan berkaitan dengan dasar-dasar filosifis dalam
hubungannya dengan tingkah laku manusia.
B. Pengertian
Nilai, Norma, dan Moral
1. Pengertian
Nilai
Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah
sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri.
Misalnya, bunga itu indah, perbuatan itu susila. Ada nilai karena adanya
kenyataan-kenyataan lain sebagai pembawa nilai. Maka apabila kita berbicara
tentang nilai, sebenarnya kita berbicara tentang hal yang ideal, tentang hal
yang merupakan cita-cita, harapan dambaan, dan keharusan.
2.
Hierarki Nilai
Menurut tinggi
rendahnya, nilai-nilai dapat dikelompokkan dalam empat tingkatan sebagai
berikut:
a.
Nilai-nilai Kenikmatan, misalnya : Orang
senang atau menderita
b.
Nilai-nilai Kehidupan, misalnya :
Kesehatan, kesegaran jasmani, kesejahteraan umun
c.
Nilai-nilai Kejiwaan, misalnya :
Keindahan, kebenaran, dan pengatahuan murni yang dicapai dalam filsafat
d.
Nilai-nilai Kerohanian, misalnya :
Nilai-nilai pribadi
Walter G. Everent
menggolongkan nilai-nilai manusiawi kedalam 8 kelompok yaitu :
a. Nilai-nilai
Ekonomis : Ditunjukan oleh harga pasar dan meliputi semua benda yang dapat
dibeli
b. Nilai-nilai
Kejasmanian : Membantu pada kesehatan, efisiensi, dan keindahan dari kehidupan
badan
c. Nilai-nilai
Hiburan : Nilai-nilai permainan dan waktu senggang yang dapat menyumbangkan pada
pengayaan kehidupan
d. Nilai-nilai
Sosial : Berasal mula dari keutuhan kepribadian dan sosial yang diinginkan
e. Nilai-nilai
Watak : Keseluruhan dari keutuhan kepribadian dan sosial yang diinginkan
f. Nilai-nilai
Estesis : Nilai-nilai keindahan dalam alam dan karya seni
g. Nilai-nilai
Intelektual : Nilai-nilai pengetahuan dan pengajaran kebenaran
h. Nilai-nilai
Keagamaan
Notonagoro membagi nilai menjadi tiga
macam, yaitu :
a. Nilai
Material : Segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan manusia, atau kebutuhan material
ragawi manusia
b. Nilai
Vital : Segala sesuatu yang berguna bagi manusia, untuk dapat mengadakan
kegiatan atau aktivitas
c. Nilai
Kerokhanian : Segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia, nilai ini dapat
dibedakan menjadi 4 macam, yaitu :
1.
Nilai Kebenaran : Bersumber pada akal
manusia
2.
Nilai Keindahan : Bersumber pada unsur
perasaan
3.
Nilai Kebaikan atau Nilai Moral :
Bersumber pada kehendak
4.
Nilai Religius : Nilai kerokhanian
tertinggi dan mutlak, bersumber pada keyakinan atau kepercayaan manusia.
Dari
uraian mengenai macam-macam nilai diatas, dapat dikemukakan pula bahwa yang
mengandung nilai itu bukan hanya sesuatu yang berujud material saja, tetapi
juga sesuatu yang berujud non-material atau immaterial.
C. Nilai
Dasar, Nilai Instrumental, dan Nilai Praktis
Dalam kaitannya dengan derivasi atau
penjabarannya maka nilai-nilai dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu
nilai dasar, nilai instrumental, dan
nilai praksis.
a. Nilai
Dasar : Bersifat universal. Nilai dasar disebut juga sebagai sumber norma yang
pada gilirannya direalisasikan dalam suatu kehidupan yang bersifat praksis.
b. Nilai
Instrumental : Suatu pedoman yang dapat diukur dan dapat diarahkan. Nilai
instrumental disebut juga suatu eksplisitasi dari nilai dasar.
c. Nilai
Praksis : Suatu sistem perwujudannya tidak boleh menyimpang dari sistem
tersebut
Hubungan Nilai, Norma,
dan Moral
Nilai dan norma senantiasa berkaitan dengan moral dan etika.
Istilah moral mengandung integritas dan martabat pribadi manusia. Hubungan
antara moral denga etika memang sangat erat sekali dan kadangkala kedua hal
tersebut disamakan begitu saja. Namun sebenarnya kedua hal tersebut memiliki
perbedaan. Moral yaitu merupakan suatu ajaran-ajaran baik lisan maupun tertulis
agar menjadi manusia yang lebih baik. Hal ini dapat dianalogikan bahwa ajaran
moral sebagai buku petunjuk tentang bagaimana kita memperlakukan sebuah mobil
dengan baik, sedangkan etika memberikan pengertian pada kita tentang struktur
dan teknologi mobil itu sendiri. Demikianlah hubungan yang sistematik antara
nilai, norma, dan moral yang pada gilirannya ketiga aspek tersebut terwujud
dalam suatu tingkah laku praksis dalam kehidupan manusia.
D. Etika
Politik
Secara substantif pengertian etika
politik tidak dapat dipisahkan dengan subjek sebagai pelaku etika yaitu
manusia. Oleh karena itu etika politik berkait erat dengan bidang pembahasan
moral. Misalnya suatu negara yang dikuasai oleh penguasa atau rezim otoriter,
yang memaksakan kehendak kepada manusia tanpa memperhitungkan dan mendasarkan
kepada hak-hak dasar kemanusiaan. Dalam suatu masyarakat negara yang demikian
ini maka seorang yang baik secara moral kemanusiaan akan dipandang tidak baik menurut
Negara serta masyarakat otoriter, karena tidak dapat hidup sesuai dengan aturan
yang buruk dalam suatu masyarakat Negara. Oleh karena itu aktualisasi etika
politik harus senantiasa mendasarkan kepada ukuran harkat dan martabat manusia
sebagai manusia.
1. Pengertian
Politik
Pengertian ‘Politik’ berasal dari
kosa kata ‘Politics’, yang memiliki makna bermacam-macam kegiatan dalam suatu
sistem politik atau ‘negara’, yang menyangkut proses penentuan tujuan-tujuan
dari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan tujuan-tujuan itu. Oleh karena
itu dalam hubungan dengan etika politik pengertian politik tersebut harus
dipahami dalam pengertian yang lebih luas yaitu menyangkut seluruh unsur yang
membentuk suatu persekutuan hidup yang disebut masyarakat Negara.
2. Dimensi
Politis Manusia
a.
Manusia sebagai Makhluk Individu-Sosial
Paham individualism yang merupakan
cikal bakal paham liberalisme, memandang manusia sebagai makhluk individu yang
bebas. Konsekuensinya dalam setiap kehidupan masyarakat, bangsa maupun Negara
dasar ontologis ini merupakan dasar moral politik Negara. Sebailknya kalangan
kolektivisme yang merupakan cikal bakal sosialisme dan komunisme memandang
sifat kodrat manusia sebagai makhluk sosial saja. Oleh karena itu
konsekuensinya segala aspek dalam realisasi kehidupan masyarakat, bangsa, dan
negara paham kolektivisme mendasarkan kepada, sifat kodrat manusia sebagai
makhluk sosial.
b.
Dimensi Politis Kehidupan Manusia
Dimensi politis manusia dapat
ditentukan sebagai suatu kesadaran manusia akan dirinya sendiri sebagai anggota
masyarakat sebagai suatu keseluruhan yang menentukan kerangka kehidupannya dan
ditentukan kembali oleh kerangka kehidupannya serta ditentukan kembali oleh
tindakan-tindakannya. Dimensi politis manusia ini memiliki dua segi
fundamental, yaitu pengertian dan kehendak untuk bertindak, sehingga dua segi
fundamental itu dapat diamati dalam setiap aspek kehidupan manusia. Dua aspek
ini yang senantiasa berhadapan dengan tindakan moral manusia. Maka etika
politik berkaitan dengan objek forma etika yaitu tinjauan berdasarkan
prinsip-prinsip dasar etika, terhadap objek material politik yang meliputi
legitimasi Negara, hokum, kekuasaan, serta peniliaian kritis terhadap
legitimasi-legitimasi tersebut.
3. Nilai-nilai
Pancasila sebagai Sumber Etika Politik
Negara Indonesia yang berdasarkan
sila I ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ bukanlah Negara ‘Teokrasi’ yang mendasarkan
kekuasaan Negara dan penyelenggara Negara pada legitimasi religious. Selain
sila I, sila II ‘Kemanusiaan yang Adil dan Beradab’ juga merupakan sumber
nilai-nilai moralitas dalam kehidupan negara. Negara pada prinsipnya adalah
merupakan persekutuan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Bangsa
Indonesia sebagai bagian dari umat manusia di dunia hidup secara bersama dalam
suatu wilayah tertentu, dengan suatu cita-cita serta prinsip-prinsip hidup demi
kesejahteraan bersama (sila III). Oleh karena itu manusia pada hakikatnya
merupakan asas yang bersifat fundamental dalam kehidupan bernegara. Dalam
pelaksanaan dan penyelenggaraan negara harus berdasarkan legitimasi hokum yaitu
prinsip ‘legalitas’. Negara Indonesia adalah negara hokum. Oleh karena itu
‘keadilan’ dalam hidup bersama (keadilan sosial) sebagaimana terkandung dalam
sila V, adalah merupakan tujuan dalam kehidupan negara. Negara adalah berasal
dari rakyat dan segala kebijaksanaan dan kekuasaan yang dilakukan senantiasa
untuk rakyat (sila IV). Oleh karena itu rakyat adalah merupakan asal mula
kekuasaan negara.
BAB
V
Kedudukan
Pancasila sebagai Dasar Negara dan Ideologi
dalam
Berbangsa dan Bernegara
A. Pengantar
Terdapat berbagai macam pengertian
kedudukan dan fungsi Pancasila yang masing-masing harus dipahami sesuai dengan
konteks kausalitasnya, dalam pengertian proses terbentuknya Pancasila secara
kausalitas. Misalnya Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia,
sebagai Dasar Filsafat Negara Republik Indonesia, sebagai Ideologi Bangsa dan
Negara Indonesia dan masih banyak kedudukan dan fungsi Pancasila lainnya. Jadi
jikalau disimpulkan berbagai kedudukan dan fungsi Pancasila tersebut, di antara
satu dan lainnya dalam hubungan kausalitas.
B. Pancasila
sebagai Budaya Bangsa Indonesia
Wujud kebudayaan manusia yang
bersifat kongkret yaitu berupa aktivitas manusia dalam masyarakat, saling
berinteraksi, sehingga terwujudlah suatu sistem sosial. Wujud budaya kongkret
lainnya adalah bentuk-bentuk budaya fisik yang dihasilkan oleh manusia sering
juga disebut benda-benda budaya. Hasil budaya manusia yang berupa benda-benda
budaya atau budaya fisik ini senantiasa bersumber pada kebudayaan manusia yang
berupa sistem nilai, yang merupakan pedoman dan pandangan hidup suatu
masyarakat. Maka secara kausalitas asal mula Pancasila dibedakan atas dua macam
yaitu :
1.
Asal Mula Langsung : Terjadinya Pancasila sebagai dasar filsafat
negara. Adapun rincian asal mula langsung Pancasila tersebut menurut Notonagoro
adalah sebagai berikut :
a. Asal
Mula Bahan (Kausa Materialis) : Pancasila sebagai local wisdom bangsa Indonesia
b. Asal
Mula Bentuk (Kausa Formalis) : Bagaimana bentuk Pancasila itu dirumuskan
sebagaimana termuat dalam Pembukaan UUD 1945
c. Asal
Mula Karya (Kausa Effisien) : Menjadikan Pancasila dari calon dasar negara
menjadi dasar negara yang sah
d. Asal
Mula Tujuan : Pancasila dirumuskan dan dibahas dalam siding-sidang para pendiri
negara yang bertujuan untuk dijadikan sebagai dasar negara
2.
Asal Mula Tidak Langsung : Asal mula
sebelum proklamasi kemerdekaan
3.
Bangsa Indonesia ber-Pancasila dalam tiga
asas atau ‘Tri Prakara’ (menurut istilah Notonagoro) rinciannya adalah :
a. Pertama
: Bahwa unsur-unsur Pancasila sebelum disahkan secara yudiris menjadi dasar
filsafat Negara, sudah dimiliki oleh bangsa Indonesia sebagai asas-asas dalam
adat-istiadat dan kebudayaan dalam arti luas (Pancasila Asas Kebudayaan)
b. Kedua
: Demikian juga unsure-unsur Pancasila telah terdapat pada bangsa Indonesia
sebagai asas-asas dalam agama-agama (nilai-nilai religius) (Pancasila Asas
Kebudayaan)
c. Ketiga
: Unsur-unsur tadi kemudian diolah, dibahas dan dirumuskan secara saksama oleh
para pendiri negara dalam siding-sidang BPUPK, Panitia ‘Sembilan’
C. Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa
Proses perumusan pandangan hidup
masyarakat dituangkan dan dilembagakan menjadi pandangan hidup bangsa dan
selanjutnya pandangan hidup bangsa dituangkan dan dilembagakan menjadi
pandangan hidup negara. Pandangan hidup bangsa dapat disebut sebagai ideologi
bangsa (nasional), dan pandangan hidup negara dapat disebut sebagai ideologi
negara. Dalam proses penjabaran dalam kehidupan modern antara pandangan hidup
masyarakat dengan pandangan hidup bangsa memiliki hubungan yang bersifat timbal
balik. Transformasi pandangan hidup masyarakat menjadi pandangan hidup bangsa
dan akhirnya menjadi dasar negara juga terjadi pada pandangan hidup Pancasila. Pandangan
hidup Pancasila bagi bangsa Indonesia yang Bhinekka Tunggal Ika tersebut harus
merupakan asas pemersatu bangsa sehingga tidak boleh mematikan keanekaragaman.
D. Pancasila
sebagai Filsafat Bangsa dan Negara Indonesia
Konsensus yang menjamin tegaknya
konstitusionalisme negara modern pada proses reformasi untuk mewujudkan
demokrasi, pada umumnya bersandar pada tiga elemen kesepakatan, yaitu :
1. Kesepakatan
tentang tujuan dan cita-cita bersama
2.
Kesepakatan tentang the rule of law
sebagai landasan pemerintahan atau penyelenggaraan negara
3.
Kesepakatan tentang bentuk
institusi-institusi dan prosedur ketatanegaraan
Secara historis
Pancasila adalah merupakan suatu pandangan hidup bangsa yang nilai-nilainya
sudah ada sebelum secara yudiris bangsa Indonesia membentuk negara. Secara
cultural dasar-dasar pemikiran tentang Pancasila dan nilai-nilai Pancasila
berakar pada nila-nilai kebudayaan dan nilai-nilai religius yang dimiliki oleh
bangsa Indonesia sendiri sebelum mendirikan negara. Pancasila ditetapkan sebagai
dasar negara merupakan suatu hasil consensus filsafat, karena membahas dan
menyepakati suatu dasar filsafat negara, dan consensus politik.
E. Pancasila
sebagai Dasar Filsafat Negara
Kedudukan
pokok Pancasila adalah sebagai dasar filsafat Negara Republik Indonesia.
Kedudukan yang demikian dapat dirinci sebagai berikut :
1. Pancasila
merupakan sumber dari segala sumber hukum Indonesia
2. Meliputi
suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar
3. Mewujudkan
cita-cita hukum bagi hukum dasar negara
4. Mengandung
norma yang mengharuskan Undang-Undang Dasar mengandung isi yang mewajibkan
pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk memelihara moral
kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur
5. Merupakan
sumber semangat bagi UUD 1945, bagi para penyelenggara negara, para pelaksana
pemerintahan
F. Pancasila
sebagai Ideologi Bangsa dan Negara Indonesia
Pengertian ‘Ideologi’ secara umum dapat
dikatakan sebagai kumpulan gagasan-gagasan yang menyeluruh dan sistematis, yang
menyangkut dan mengatur tingkah laku sekelompok manusia tertentu dalam pelbagai
bidang kehidupan. Hal ini menyangkut :
a. Bidang
Politik
b. Bidang
Sosial
c. Bidang
Kebudayaan
d. Bidang
Keagamaan
Ideologi
Terbuka dan Ideologi Tertutup
a.
Ideologi terbuka itu merupakan suatu
sistem pemikiran terbuka yang memiliki ciri khas yaitu nilai-nilai dan
cita-citanya tidak dipaksakan dari luar, melainkan digali dari dan diambil dari
suatu kekayaan rohani, moral, dan budaya masyarakat itu sendiri. Oleh karena
itu ideologi terbuka adalah milik seluruh rakyat
b.
Ideologi tertutup merupakan suatu sistem
pemikiran tertutup yang memiliki ciri khas bahwa betapapun besarnya perbedaan
antara tuntutan berbagai ideologi yang mungkin hidup dalam masyarakat itu, akan
selalu ada tuntutan mutlak bahwa orang harus taat kepada ideologi tersebut.
Jadi ideologi ini bersifat totaliter
Hubungan antara Filsafat
dan Ideologi
Filsafat sebagai pandangan hidup pada hakikatnya merupakan
sistem nilai yang secara epistemologis kebenarannya telah diyakini sehingga
dijadikan dasar atau pedoman bagi manusia dalam memandang realitas alam
semesta, manusia, masyarakat, bangsa, dan negara, tentang makna hidup serta
sebagai dasar dan pedoman bagi manusia dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi
dalam hidup dan kehidupan. Filsafat dalam pengertian yang demikian ini telah
menjadi suatu sistem cita-cita yang telah menyangkut praksis. Karena dijadikan
landasan bagi cara hidup manusia atau suatu kelompok masyarakat dalam berbagai
bidang kehidupannya. Hal itu berarti bahwa filsafat telah beralih dan menjelma
menjadi ideologi.
Pancasila sebagai
Ideologi Terbuka
Pancasila sebagai ideologi tidak bersifat kaku dan tertutup,
namun bersifat terbuka. Hai ini dimaksudkan bahwa ideologi Pancasila adalah bersifat
aktual, dinamis, antsipatif, dan senantiasa mampu menyesuaikan dengan
perkembangan jaman. Sebagai suatu ideologi yang bersifat terbuka maka Pancasila
memiliki dimensi sebagai berikut :
a. Dimensi
Idealistis : Bersifat sistematis dan rasional
b. Dimensi
Normatif : Perlu dijabarkan dalam suatu sistem norma
c.
Dimensi Realistis : Harus mampu
mencerminkan ralitas yang hidup dan berkembang dalam masyarakat
Demikianlah
maka bangsa Indonesia yang berideologi Pancasila sebagai bangsa yang berbudaya
tidak menutup diri dalam pergaulan budaya antar bangsa di dunia
G. Pancasila
sebagai Asas Persatuan dan Kesatuan Bangsa Indonesia
Bangsa Indonesia terdiri atas
berbagai macam suku bangsa yang dengan sendirinya memiliki kebudayaan dan
adat-istiadat yang berbeda-beda pula. Namun demikian perbedaan itu harus
disadari sebagai sesuatu yang memang senantiasa ada pada setiap manusia (suku bangsa)
sebagai makhluk pribadi, dan dalam masalah ini bersifat biasa. Namun demikian
dengan adanya kesatuan asas kerokhanian yang kita miliki, maka perbedaan itu
harus dibina ke arah suatu kerjasama dalam memperoleh kebahagiaan bersama.
Dengan adanya kesamaan dan kesatuan asas kerokhanian dan kesatuan ideologi,
maka perbedaan itu perlu diarahkan pada suatu persatuan. Maka disinilah letak
fungsi dan kedudukan asas, Pancasila sebagai asas kerjasama bangsa Indonesia.
Bangsa Indonesia dalam filsafat yang merupakan
asas kerokhanian Pancasila, merupakan
asas pemersatu dan asas hidup bersama. Dalam masalah ini pancasila dalam
kenyataan objektifnya sebagai suatu persatuan dan kesatuan yang telah
ditentukan bersama setelah Proklamasi sebagai dasar filsafat negara
H. Pancasila
sebagai Jatidiri Bangsa Indonesia
Proses terjadinya Pancasila tidak
seperti ideologi-ideologi lainnya yang hanya merupakan hasil pemikiran
seseorang saja namun melalui suatu proses kausalitas yaitu sebelum disahkan
menjadi dasar negara nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari sebagai
Pandangan hidup Bangsa, dan sekaligus sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia.
Bangsa Indonesia sejak zaman dahulu kala merupakan bangsa yang religius dalam
pengertian bangsa yang percaya terhadap Tuhan penciptanya. Bangsa Indonesia
dalam struktur kehidupan sosialnya, eksistensi setiap manusia sebagai makhluk
pribadi sekaligus sebagai makhluk sosial diakui dihargai dan dihormati.
Semangat ‘gotong royong’, ‘siadapari’, ‘masohi’, ‘sambatan’, ‘gugur gunung’ dan
sebagainya, mengungkapkan cita-cita kerakyatan, kebersamaan, dan solidaritas
sosial. Selanjutnya struktur kejiwaan bangsa Indonesia mengakui, menghormati
serta menjungjung tinggi hak dan kewajiban tiap manusia, tiap golongan, dan
tiap bagian masyarakat. Dalam hubungan seperti inilah maka Pancasila yang kausa
materialisnya bersumber pada nilai-nilai budaya bangsa ini.
0 komentar:
Posting Komentar